Perkembangan Kota dalam Perspektif Sosiologis




Kota adalah hasil dari dinamika perkembangan budaya masyarakat yang tumbuh sejalan dengan peradaban manusia. Layaknya sebuah orgnisme, kota mengalami pertumbuhan, perkembangan, mekar menjadi kota besar dan kemudian bisa saja menjadi kota mati karena ditinggalkan oleh penduduknya yang desbabkan oleh suatu alasan tertentu atau mengalami kehancuran perang dan bencana alam, sehingga hanya menyisakan puing-puing dan sejarahnya saja.

Menurut Lewis Mumford dalam bukunya “The Culture of Cities” (Sapari Imam Asy’ari, 1993 : 30) perkembangan meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut : “(1) Ecopolis (kota yang baru berdiri); (2) Polis (kota); (3) Metropolis (kota besar; metro = induk); (4) Megalopolis (megalo = besar; kota yang sudah menunjukkan keruntuhan); (5) Tyrannopolis (tyran = penguasa kejam; penguasa kota menguasai pedalaman dengan perusahaan-perusahaan raksasa); dan (6) Nekropolis (nekro = mayat; kota runtuh). 

Menurut Bintarto (1977:52), perkembangan kota meliputi dua aspek pokok, yaitu: Pertama, aspek yang menyangkut perubahan-perubahan yang dikehendaki dan yang alami oleh warga kota, dan kedua, aspek yang menyangkut perluasan atau pemekaran kota. Aspek yang menyangkut perubahan-perubahan yang dikehendaki oleh warga kota lebih merupakan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan prasarana dan fasilitas hidup di kota. Terutama karena bertambahnya jumlah penduduk di kota, baik secara alamiah maupun karena migrasi atau perpindahan yang menyebabkan semakin besarnya kebutuhan akan fasilitas-fasilitas seperti ruang dan prasarana (perumahan, jalan, air minum, dan sebagainya). Sementara itu, perkembangan kota karena adanya pemekaran secara fisik, terjadi secara horizontal (mendatar) dan vertikal (ke atas). Pemekaran kota secara horizontal juga melihat daya tarik yang berasal dari aktivitas-aktivitas yang berada di luar kota. Di mana daya tarik dari luar kota ini adalah pada daerah-daerah yang kegiatan ekonominya banyak menonjol  yaitu di sekitar pelabuhan dan di sekitar hinterland (tepian kota) yang subur.

Setiap kota mempunyai tingkat perkembangan yang berbeda-beda. Menurut Daldjoeni (1978:13-14) faktor yang memperngaruhi perkembangan kota adalah sebagai berikut:

  1. Pertambangan penduduk kota itu sendiri
  2. Penemuan mesin dan tenaga uap ditambah lagi dengan penggunaan modal besar dalam usaha dagang dan industri yang menciptakan pabrik-pabrik besar. Ini menarik banyak tenaga kerja dari daerah pertanian melalui tingginya upah dan aneka jaminan sosial. Akhirnya produksi massal dari industri kota itu sendiri mendorong perkembangan kota lebih lanjut.
  3. Peranan transportasi dan komunikasi di kota. Kedua hal ini menjamin kekompakan kehidupan masyarakat kota. Jika itu macet, maka segala tata kerja akan menjadi lumpuh.
  4. Posisi Kota. Posisi kota juga menentukan laju perkembangan kota itu sendiri. Kota kecil yang terletak di persimpangan jalan antara kota yang satu dengan kota yang lain akan mempunyai peluang untuk berkembang lebih cepat daripada kota–kota yang tidak mempunyai jalur tembus atau persimpangan jalan ke arah kota lain. Kota tersebut dapat berfungsai  sebagai terminal atau persinggahan perjalanan (break in trasportation). Kemudian lokasi kota yang mempunyai potensi untuk berkembang secara cepat selanjutnya berada pada pertemuan antara dua sungai. Daerah-daerah tepian sungai, seperti di Kalimantan, justru merupakan pembentukan awal dari perkembangannya kota-kota besar.
Sementara itu, menurut Bintarto (1978:62-64) beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kota dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:


Menurut Bintarto (1977:52), perkembangan kota meliputi dua aspek pokok, yaitu: Pertama, aspek yang menyangkut perubahan-perubahan yang dikehendaki dan yang alami oleh warga kota, dan kedua, aspek yang menyangkut perluasan atau pemekaran kota. Aspek yang menyangkut perubahan-perubahan yang dikehendaki oleh warga kota lebih merupakan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan prasarana dan fasilitas hidup di kota. Terutama karena bertambahnya jumlah penduduk di kota, baik secara alamiah maupun karena migrasi atau perpindahan yang menyebabkan semakin besarnya kebutuhan akan fasilitas-fasilitas seperti ruang dan prasarana (perumahan, jalan, air minum, dan sebagainya). Sementara itu, perkembangan kota karena adanya pemekaran secara fisik, terjadi secara horizontal (mendatar) dan vertikal (ke atas). Pemekaran kota secara horizontal juga melihat daya tarik yang berasal dari aktivitas-aktivitas yang berada di luar kota. Di mana daya tarik dari luar kota ini adalah pada daerah-daerah yang kegiatan ekonominya banyak menonjol  yaitu di sekitar pelabuhan dan di sekitar hinterland (tepian kota) yang subur.

Setiap kota mempunyai tingkat perkembangan yang berbeda-beda. Menurut Daldjoeni (1978:13-14) faktor yang memperngaruhi perkembangan kota adalah sebagai berikut:



  1. Pertambangan penduduk kota itu sendiri
  2. Penemuan mesin dan tenaga uap ditambah lagi dengan penggunaan modal besar dalam usaha dagang dan industri yang menciptakan pabrik-pabrik besar. Ini menarik banyak tenaga kerja dari daerah pertanian melalui tingginya upah dan aneka jaminan sosial. Akhirnya produksi massal dari industri kota itu sendiri mendorong perkembangan kota lebih lanjut.
  3. Peranan transportasi dan komunikasi di kota. Kedua hal ini menjamin kekompakan kehidupan masyarakat kota. Jika itu macet, maka segala tata kerja akan menjadi lumpuh.
  4. Posisi Kota. Posisi kota juga menentukan laju perkembangan kota itu sendiri. Kota kecil yang terletak di persimpangan jalan antara kota yang satu dengan kota yang lain akan mempunyai peluang untuk berkembang lebih cepat daripada kota–kota yang tidak mempunyai jalur tembus atau persimpangan jalan ke arah kota lain. Kota tersebut dapat berfungsai  sebagai terminal atau persinggahan perjalanan (break in trasportation). Kemudian lokasi kota yang mempunyai potensi untuk berkembang secara cepat selanjutnya berada pada pertemuan antara dua sungai. Daerah-daerah tepian sungai, seperti di Kalimantan, justru merupakan pembentukan awal dari perkembangannya kota-kota besar.
Sementara itu, menurut Bintarto (1978:62-64) beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kota dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:

1. Letak
Letak suatu kota mempunyai peranan penting dalam menentukan perkembangan kota tersebut, karena letak suatu kota mempunyai hubungan dengan strategis tidaknya suatu kota. Misalnya, kota-kota yang mempunyai cabang jalan, komunikasi akan lebih cepat berkembang daripada kota yang terpencil letaknya. Contoh dari kota-kota seperti ini adalah: kota yang terletak pada dua aliran sungai,  kota pada persimpangan jalan dan kota di lembah-lembah yang subur.

2. Iklim dan relief
Kota yang mempunyai relief tanah yang lebih mendatar akan lebih mudah berkembang dibandingkan dengan daerah yang berbukit-bukit, karena pemekarannya dibatasi oleh rintangan alam. Berbeda halnya dengan daerah yang reliefnya mendatar, proses pembangunan akan lebih mudah dan rintangan alam yang membatasi lebih sedikit. Kenyataannya kota-kota pada jaman dahulu banyak yang yang muncul pada dataran rendah dengan relief tanah yang mendatar. Meskipun pada saat sekarang ini, dengan perkembangan teknologi, relief-relief tanah yang berbukit-bukit tadi bukan lagi menjadi hambatan mutlak, karena manusia dengan teknologi yang ditemukan sudah mampu berbuat terowongan-terowongan dan mengubah bukit-bukit kecil menjadi dataran-dataran yang dapat dipergunakan untuk pemukiman dalam rangka perluasan tata ruang kota.

Sementara itu dari segi iklim, Iklim yang sejuk dan menyenangkan merupakan salah satu faktor dan pertimbangan bagi manusia dalam memilih tempat tinggalnya, karena iklim ini juga berkaitan dengan mata pencaharian penduduk pada awalnya, yakni bertani. Kebanyakan proses terbentuknya kota diawali dengan munculnya kota-kota pertanian, yang kemudian berkembang menjadi kota-kota industri. Di negara-negara sedang berkembang, bentuk kota pertanian ini masih merupakan salah satu bentuk kota dari beberpa tipe kota yang ada, selain kota transit (Nas,1979:14).

3. Sumber alam
Sumber alam adalah kekayaan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, meskipun dalam pemanfaatnya dibutuhkan keahlian khusus untuk menggali dan mengolah sumber tersebut. Kota-kota yang mempunyai sumber alam yang dikelola otomatis memberikan kesempatan kerja bagi penduduk sekitarnya. Pengelompokan penduduk pada sumber-sumber mata pencaharian ini merupakan potensi bagi berkembangnya kota tersebut dengan pesat. Ibarat di mana ada gula, maka semut-semut pun akan menuju ke sana. Pengelompokan manusia ini selanjutnya jelas membutuhkan ruang dan fasilitas untuk tempat tinggal dan sarana serta prasarana hidup lainnya sehingga hal ini memungkinkan adanya perkembangan kota tersebut.

4. Tanah
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktifitas hasil pertanian adalah tanah yang subur. Karena danya revolusi agraris yang menyangkut pengolahan, penggunaan tanah dapat dilakukan dengan efisien. Sistem transportasi yang mengimbangi revolusi agraris memungkinkan kota kecil di daerah pertanian akan berkembang.

5. Demografi dan kesehatan
Pertambahan penduduk mempunyai hubungan erat dengan tingkat kesehatan masyarakat. Dengan tingkat kesehatan yang semakin baik, maka akan mempengaruhi angka kematian, terutama angka kematian balita. Demikian pula rata-rata kesempatan hidup akan lebih panjang. Selanjutnya pertambahan penduduk ini merupakan faktor yang utama bagi perkembangan kota. Albion W.Small and George E. Vincent (Smith and MasMahan, 1951:142) mengatakan: ”The increase of population has required the erection of public buildings, stores, and dwilling until the original area of the cuty is largely occupied” (pertambahan penduduk menurut perkembangan bangunan-bangunan untuk umum, toko-toko dan tempat tinggal, sehingga memerlukan tempat kosong yang lebih luas dan kota tersebut).

6. Pendidikan dan kebudayaan
Kota ini dimungkinkan berkembang karena banyaknya pendatang untuk memanfaatkan berbagai fasilitas pendidikan yang ada sehingga menghendaki adanya pemekaran kota, paling tidak untuk pemukiman. Untuk kota-kota pendidikan seperti ini kita dapat melihat kota Yogyakarta, yang sebagian penduduknya adalah pendatang.

7. Teknologi dan elektrifikasi
Perkembangan teknologi, seperti sarana transportasi dan hubungan komunikasi lainnya (telepon, radio, dan televisi) membuat jarak yang dahulunya jauh terasa semakin dekat. Tempat tinggal di luar kota atau di daerah tepian kota tidak lagi menjadi masalah bagi mereka yang mempunyai aktivitas sehari-hari di kota. Dan juga kemajuan teknologi sangat mempengaruhi perkembangan industri dan perdagangan. Arus barang produksi dari daerah pinggiran kota ke pusat perdagangan membuat jalurjalur sepanjang jalan ke kota semakin ramai.

8. Transportasi dan lalu lintas
Jalur jalan dalam kota dan jalur-jalur jalan penghubung antara kota sebagaimana disebutkan di atas, merupakan faktor yang sangat berpengaruh untuk meningkatkan itensitas hubungan antar manusia dan arus barang, dan sepanjang jalan akan memungkinkan terjadinya pembanguan yang pesat. Kondisi ini berkaitan dengan teori linier dalam perkembangan kota, di mana bangunan-bangunan akan tumbuh sekitar jalan penting perhubungan dalam kota maupun antar kota. Bangunan-bangunan yang berdiri di sepanjang jalan ini oleh Bergel (Raharjo, 1982:39) disebut konurbasi  (conurbation), yaitu adanya kecenderungan perkembangan yang terjadi di sepanjang jalan raya antar kota. Pertemuan antar konurbasi ini dengan kota yang satu dengan kota yang lain, akan memungkinkan terbentuknya agglomerasi (agglomeration). Kondisi seperti ini dapat dilihat proses menyatunya kota Jakarta dengan Bogor, sehingga kedua kota tersebut kelihatan tidak lagi mempunyai batas kota yang jelas, karena sepanjang jalan antar kota Jakarta dan Bogor sudah penuh dengan bangunan–bangunan yang membuat kedua kota tersebut menjadi satu. 


Oh ya, jangan lupa like halaman kami di facebook:

LihatTutupKomentar

Iklan